Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum Warahmatulllahi Wabarakatuh. Welcome to My Miracle Stories

Sunday, 8 May 2011

Begitu Indah di Hati


    Entah mengapa tiba-tiba ada rasa sesak menyeruak di dalam dadaku. Tercekat, rasanya ingin menangis, tapi tertahan di tenggorokan. Membuatku tak bisa berkata-kata, dan tak mengacuhkan lagi cerita Nindy di sampingku. Hatiku kalut, ada perasaan takut kehilangan yang tiba-tiba memenuhi lorong-lorong hatiku. Tapi bagaimana mungkin?. Imam adalah sahabatku, sahabat yang sudah seperti saudara sendiri bagiku. Kenapa aku takut kehilangan?.Seakan takut kehilangan Aska, yang kurang lebih 16 bulan ini menjadi kekasihku. Tapi ini Imam yang tanpa kusadari tiba-tiba menjadi begitu dekat denganku. Aku ingat hari itu, dia menghampiriku dengan senyumnya yang khas.

    "Rie, aku mau minta tolong, boleh ngga'?" Tanyanya dengan senyum tersungging di bibirnya.
    "Ya boleh lah Mam, mank ada apaan…?"
    "M… gini, bantuin aku bungkus kado yah…!". Ucapnya malu-malu.
    "Hmmm…??? Memangnya siapa yang ulang tahun…?". Ucapku sedikit menyelidik. Dia tak menjawab, hanya tersenyum simpul.
"Kayaknya aku tau deh…!". Ucapku menggoda, sambil mengerling padanya. Ia tersenyum malu, seakan mengiyakan isyaratku.
"Oke-oke…!! Beress, kapan pun kamu datang, aku siap kok bantu kamu…!". Ucapku mantap.
"Makasih banyak ya Rie…". Ucapnya tulus.
"Iyuphh…!!". Balasku sembari mengerling padanya.
Imam adalah cowok yang baik, dia sangat bertanggung jawab dan sangat menghargai orang lain, semua tahu itu. Menurutku, gadis yang telah membuatnya jatuh hati sungguh beruntung. Walaupun tak dapat kuingkari bahwa gadis itu juga memang sangat cantik dan pastinya banyak yang suka padanya.
***
Malam minggu, Imam datang ke kostku. Sambil membawa sebuah kado cantik untuk sang pujaan hati. Kado itu berupa Al Qur'an berwarna keemasan dengan ukiran-ukiran kaligrafi yang begitu indah menghiasi sampulnya. Cantik sekali. Membuat hati kecilku merasa iri.
"Mam, cantik banget…!!! Aduh… jadi iri deh….!!" Godaku. Dia hanya tersenyum, sambil mengeluarkan pembungkus kado.
"Rie, aku bingung…, gimana cara ngasihnya ya…?". Tanyanya.
"M… ya kamu langsung aja ke rumahnya…". Saranku sambil memulai pekerjaan membungkus kado cantik itu.
"Tapi aku malu Rie…". Gumamnya lirih.
"Kok malu…??". Tanyaku heran.
"Ya.. nggak sih… atau kado ini kutitip aja sama temannya…?".
"Ih, kok dititip, nggak sopan donk…!". Protesku tak setuju.
"Jadi… menurutmu aku harus ke rumahnya ya…?".
"Ya iyalah Mam…, tunjukkan merahmu!!". Godaku. Ia tertawa. "Ngomong-ngomong, kamu udah nembak dia..?". Tanyaku.
"Nggak Rie…, aku nggak mau nembak…!". Jawabnya pelan.
"Nha lo?. Kenapa..?". Tanyaku heran.
"Aku takut Rie, aku takut putus…! Jadi mending gini-gini aja, kalo jodoh, yaa… gak akan kemana, iya kan…?". Jelasnya lirih. Aku menggumam, mengiyakan perkataannya. Tiba-tiba Nina muncul dari dalam sambil membawa 3 gelas minuman dan sepiring penuh biscuit.
"Wah, saudara kita yang satu repot-repot amat ya…?". Kata Imam sambil tersenyum sementara Nina meletakkan barang bawaannya di atas meja, dan ikut bergabung.
"Memang gitu dia Mam, rajiiin banget…!!hehe". Candaku.
"Ririe aja tuh yang malas..!".Balas Nina, kami semua tertawa.
Setelah kado itu terbungkus rapi dan cerita-cerita sebentar, Imam mohon pamit. Lagipula, jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam.
"Ya udah, aku pulang dulu ya Rie, Nin. Makasih banyak lhoo…!!". Katanya tulus
"Iyaa…!! Kita kan harus saling tolong-menolong…". Timpalku, sambil tersenyum
"Ya udah, sampai ketemu besok…". Ucapnya kemudian berjalan menuju motornya.
"Iya.., hati-hati ya…!". Ucapku dan Nina bersamaan.
Sejak saat itu, aku dan Imam mulai dekat. Kami jadi sering SMSan, curhat-curhatan, dsb. Entah kenapa, hati ini merasa tenang bila berada di dekatnya. Bahagia bila mendengar suaranya. Bagiku, dia sungguh seorang sahabat yang sangat baik. Aku ingat, dia mengirimiku sebuah sms dengan kata-kata yang tak bisa aku lupakan.
"Rie, makasih banyak ya…. Kamu sungguh baik, aku nggak tau bagaimana harus membalas semua kebaikanmu. Aku hanya berharap persaudaraan ini akan terus kita jaga sampai akhir hayat…".
Aku terenyuh membacanya. SMS itu dia kirim padaku, setelah sebelumnya aku dan teman-teman sekelas memberinya surprise di hari ulang tahunnya. Memang sih, awalnya aku dan Nindy hanya sekedar SMS-an membicarakan hal itu, dan tiba-tiba semuanya berjalan lancar persis seperti yang aku harapkan. Aku bisa merasakan kebahagiaan terpancar dari raut mukanya hari itu, dan aku juga merasa bahagia karenanya.
***
"Rie…, tau nggak…?". Tanyanya suatu hari, membuyarkan lamunanku yang saat itu sedang asyik duduk termenung di bangkuku.
"Kenapa…?". Ucapku balik bertanya, tak mengerti apa maksudnya.
"Ada seseorang, yang kalau aku di dekatnya hati ini merasa tenang…". Ucapnya lirih
"Oh ya…??. Siapa..?? Dia ya…???". Tebakku menggodanya. Dia tersenyum pelan sambil menatapku.
"Bukan, tapi… kamu Rie….". Jawabnya, dengan senyum tersungging di bibirnya. Hatiku seketika bergolak. Tapi berusaha tetap tenang.
"Oh ya…???". Ucapku sambil tertawa. Dia tersenyum.
"Jadi gimana kabar doi…?". Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Dia menggidikkan bahunya.
"Gak tau Rie, jalan di tempat…!". Jawabnya.
"Hmmm, kok bisa…?". Tanyaku lagi.
"Entahlah Rie, akhir-akhir ini malah udah jarang banget kontek-kontekan. SMS-ku udah jarang dibalas…". Gumamnya. Ada nada sedih yang kutangkap disana, meskipun senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
"Ya… sabar aja ya Mam… ". Ucapku, gak tau harus bilang apa. Dia mengangguk pelan. Aku merasa turut sedih, tapi aku sadar, aku tak bisa berbuat banyak untuk sahabatku ini. Hanya berharap, seseorang yang pantas akan datang menghiasi hatinya. Memberi ia kebahagiaan, memberi ia semangat, dan memberi ia Cinta yang tulus. Amin.
***
Dan hari ini, aku sungguh kalut. Tiba-tiba merasa takut kehilangan sahabatku. Semua gara-gara lidah yang sangat sulit untuk dikontrol. Memang benar kata pepatah, mata lidah lebih tajam daripada mata pisau. Dan hari ini itu berlaku padaku. Awalnya aku hanya bermaksud bercanda, menimpali candaannya.
"Rie, liat nih jerawatku… gara-gara mikirin kamu nih…". Candanya sambil menunjuk jerawat di jidatnya. Aku tertawa.
"Udah lah Mam, kata-kataku yang kemarin gag usah dipikirin… semua itu cuma bercanda saja kok…". Ucapku sambil ketawa. Tapi tiba-tiba raut wajahnya berubah.
"Oh… jadi selama ini Cuma bercanda saja ya…?. Ternyata aku memang ditakdirkan untuk dipermainkan…". Gumamnya lirih, seperti nada sedih, atau mungkin memang sedih.
"Ya ampun Mam, aku Cuma becanda….". ucapku memohon, berharap dia mau mengerti.
"Gak apa-apa Rie, aku udah biasa kok digituin...". ucapnya dengan senyum yang ia paksakan. Aku tak bisa berkata apa-apa. Sesuatu tercekat di tenggorokanku, entah apa.
Imam melangkah keluar kelas. Sementara aku mematung di tempat. Tak tau harus berbuat apa. Nindy yang bercerita disampingku tak lagi kupedulikan, ada kepedihan yang menjalar dihatiku. Kemudian kuraih HP-ku dan mulai mengetik SMS.
"Imam… JJJ"
"Iya, ada apa?". Balasan darinya. Hatiku sakit.
"Imam marah ya..??, aq kan Cuma bcnda…". Balasku
"Gak kok Rie, gag pa2. Mmg aq cm bhan bcandaan aja…".
"Ya ampun Mam, kok ngomongnya gitu sih…?".
"Ya mau gmn lgi Rie, kenyataannya memang bgtu. Mgkn udah takdir…"
"Imam, ingat kata-kata kamu, persaudaaran ini akan kita jaga sampai akhir hayat…".
"Iya..". balasnya singkat. Aku tak tau kenapa Imam tiba-tiba menjadi begitu sangat sensitive. Entahlah…, tapi kupikir-pikir ini juga salahku.
"Ya udah,klo gtu aku minta maaf …"
"Iya, gpp.. gda yg perlu dpersalahkan… mgkin mmg hrs sprit ini…".
Aku mendesah panjang, mungkinkah aku akan kehilangan sahabatku. Hati ini sakit bila memikirkannya. Tiba-tiba ia masuk dan duduk di sampingku, tempat ia biasa duduk. Dia hanya tersenyum sekilas padaku. Aku jadi tak tau harus bersikap bagaimana. Kupandangi ia sekilas, kemudian menunduk dalam-dalam. Haruskah berakhir begini…? Gumamku dalam hati. Tak berani lagi aku menoleh padanya, meski dia berusaha bersikap biasa saja padaku. Tapi aku masih bisa merasakan kekecewaan di hatinya karena perkataanku. Dia kemudian mulai bercanda dengan teman-teman yang duduk di belakangku. Dan tiba-tiba aku mendengar perkataannya.
"Nuri marah ya..?? Maaf ya.. aku Cuma bercanda…". Ucapnya pada temanku yang duduk di belakang. Nuri hanya diam, kelihatan kesal. Aku menoleh.
"Tuh kan, Cuma bercanda saja… jangan marah… ". Ucapku tanpa kusadari. Imam tersenyum padaku.
"iya nih, aku langsung ditegur sama Allah…". Ucapnya sambil tersenyum
"Jadi kita baikan…?". Tanyaku. Imam mengulurkan jari kelingkingnya, dan kubalas dengan mengaitkan jari kelingkingku padanya. Lalu kami tertawa. Hati ini jadi lega, tenang.
Malamnya, ia mengirim SMS padaku menyampaikan permintaan maafnya atas sikap konyolnya siang tadi. Aku juga minta maaf atas keteledoran lidahku berucap. Kehangatan persahabatan itu kembali menghiasi hatiku. Aku bahagia sekali. Sesaat kukira aku akan kehilangan sahabatku. Sesaat kukira dia akan benci padaku, dan sesaat kukira dia tak mau lagi bersahabat denganku. Tapi kini aku tau, persahabatan yang lahir dari hati memiliki kekuatan yang tak seorang pun bisa melukisnya dengan kata-kata. Persahabatan hati itu tak lekang oleh zaman, tak habis dimakan waktu, dan takkan terpisah oleh jarak. Aku menyayangi Imam seperti saudaraku sendiri. Dan aku tau dia juga memiliki perasaan yang sama terhadapku.
"Rie, nanti kalau kamu menikah sama Aska, jangan lupa undang aku ya…!"
"PASTI….!!".Ucapku yakin sambil tersenyum padanya. Ia balas tersenyum.
Semoga Allah memberimu bidadari tercantik sobat. Yang tak hanya cantik parasnya, tapi juga cantik hatinya. Yang tak hanya menghiasi hatimu dengan cintanya, tapi juga menghiasi hatimu dengan imannya. Yang tak hanya memberimu kebahagiaan dunia, tapi juga memberimu kebahagiaan di akhirat. Aku takkan pernah berhenti berdoa untukmu. Aku takkan pernah melupakanmu. Kamu tau kanapa? Karena kamu adalah sahabat yang begitu indah di hatiku. J

"Wahai sahabat dimana pun kita berada, aku akan selalu mengenang masa kita bersama. Saat aku mengenal dirimu dulu, kau lah yang terbaik sahabat…."
End
***

 

 

2 comments:

Jangan lupa tinggalkan komentar. ^_^
Mau copy paste juga boleh, tapi tolong dicantumkan sumbernya yah
Thanks

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Story of Miracle's Friends