Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum Warahmatulllahi Wabarakatuh. Welcome to My Miracle Stories

Wednesday 21 December 2011

REVIEW FILM "The Art Of The Getting By"

1. Review Film “The Art Of The getting By”

Film “The Art of Getting By” berkisah tentang George (Freddie Highmore), George adalah remaja yang tampilannya biasa-biasa saja, namun ia memiliki suatu filosofi yang belum tentu dimiliki oleh remaja lain. Ia justru lebih memilih untuk tidak berbuat apa-apa dalam hidup. Ia takut untuk hidup.. Ia melewati tahun seniornya tanpa pernah benar-benar menyelesaikan pekerjaannya. George anak SMA yang sebenarnya berbakat. sangat percaya dengan pernyataan bahwa “We live and die alone, and everything else is just illusion” yang artinya, “Kita lahir sendirian, akan mati sendirian dan yang ada diantaranya cuma ilusi”. Ia berpikir, buat apa berjuang untuk sesuatu yang jelas-jelas cuma ilusi. Karena itu George ini sering tidak memperhatikan jika guru sedang menerangkan di kelas. Ia malah sibuk sendiri dengan kegiatannya menggambar di bukunya. Ia tidak melihat pentingnya menjalani hidup, ia melakukan segala sesuatunya sendiri dan sesuka hatinya.

Pada suatu kejadian yang tak terduga, ia bertemu dan berkenalan dengan Sally. Sejak mengenal Sally, George mulai merasakan hal yang aneh terjadi pada dirinya. Seakan-akan semangat hidupnya mulai tumbuh, Jika biasanya ia lebih memilih sendiri dengan gambar dan buku-bukunya, maka sejak mengenal Sally, ia pun mulai membuka diri untuk berteman dengan Sally dan teman-temannya.
Suatu ketika George diberi tugas oleh Kepala Sekolahnya untuk menjadi pendamping alumni di acara “Career Day”. Ia kemudian berkenalan dengan Dustin (Michael Angarano), alumni yang sekarang telah sukses, untuk membantu George dalam menyelesaikan sekolahnya.

Sejak saat itu, satu persatu masalah bermunculan. Mulai masalah keluarganya, sekolahnya, termasuk masalah percintaannya dengan Sally. Dimana ternyata Sally akhirnya memilih bersama Dustin. Karena hal tersebut, George down. Namun berkat dorongan dan semangat dari ibu dan guru-gurunya, George perlahan-lahan mulai bangkit. Dengan kebijakan dari guru-guru di sekolahnya, George diberi waktu 3 minggu untuk melengkapi tugas-tugas yang tidak ia kerjakan selama setahun penuh dan mengambil ujian akhir, sementara Sally terus bersama Dustin.


Dengan semangat barunya, George mengerjakan semua tugas-tugasnya yang terbengkalai, dan guru seninya juga memuji hasil karyanya. Pada hari kelulusan, nama George disebut dan ibunya menjadi bangga padanya. George kembali ke kelas seni dan melihat hasil karyanya yang ternyata adalah gambar wajah Sally yang sedang tersenyum. Di lain pihak, Sally ternyata memilih untuk tidak pergi ke Eropa bersama Dustin. Ia memilih untuk tetap bersama George.


2. Analisis Film “The Art Of The Getting By”

Setiap individu, dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk hidup. Mereka melakukan berbagai macam hal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan. Hal tersebut diungkapkan oleh Maslow dalam teori motivasiya. 

Dalam film “The Art Of The Getting By”, kita dapat melihat bahwa George seakan tidak memiliki motivasi dalam hidupnya, karena mengira kehidupan ini hanyalah sebuah ilusi. Sangat disayangkan ia berpikiran demikian, namun tidak dapat pula dipungkiri hal-hal yang menyebabkan ia berpikiran seperti itu.

Pada sebuah dialog antara George dan Sally, George mengatakan bahwa masa kecilnya ia tinggal bersama ayahnya di Tokyo, dimana sang Ayah sangat sibuk, dan menghabiskan waktu 12-14 jam sehari untuk bekerja. George ditinggalkan bersama seorang pengasuh yang sama sekali berbeda bahasa dengannya. George menjadi jarang keluar, dan juga kurang mendapat perhatian dari orang tuanya sehingga secara tidak langsung membentuk kepribadian introvert (menutup diri) pada diri George yang kemudian terbawa hingga ia beranjak dewasa.

Lain halnya dengan Sally, yang meskipun juga harus dihadapkan pada kenyataan perceraian orang tuanya, namun ia memilih untuk memandang hidup lebih santai dan menjalani segala sesuatunya dengan senyaman mungkin. Hal tersebut mungkin ia dapatkan dari contoh perilaku sang Ibu yang sangat “bebas” dalam menjalani kehidupannya, sehingga juga berdampak bagi psikologis Sally.

Dari hal-hal yang dialami George dan Sally, dapat dikatakan bahwa dalam film ini disuguhkan bentuk-bentuk pola asuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. 

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua tersebut sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa.


3. Hal-Hal Positif dalam Film “The Art Of The Getting By”

Film “The Art Of The Getting By” mengajarkan kepada kita tentang motivasi hidup. Bahwa hidup yang fana ini atau menurut George hanya sebuah ilusi, bukannya tidak memiliki makna atau tak berarti sama sekali, bahkan hidup yang hanya sementara ini memberi kita begitu banyak pelajaran, mengajari kita makna mengasihi sesama, mengajari kita menghargai kehidupan dan arti dari kehidupan itu sendiri. 

“Kehidupan yang tak teruji bukan kehidupan yang berharga bagi seseorang”, demikian Plato mengutip kata-kata dari Socrates di dalam bukunya Dialogues dan Apology. Sebenarnya jika seseorang menyelidiki kehidupan secara mendalam, ia akan menemukan bahwa yang dicari oleh jiwa adalah mengetahui makna hidup ini. 

Film ini juga menyajikan bagaimana peran seorang Guru yang tidak serta merta memberikan hukuman yang tidak layak pada anak didiknya yang menyalahi aturan. Justru sang Guru tetap memberi motivasi dan tetap memberikan kesempatan bagi anak didiknya untuk berubah.

Begitu juga peran orang tua dalam hal ini Ibu dari George yang tak henti menyemangati putranya meski ia sendiri telah dikelilingi begitu banyak masalah.


4. Hal-Hal Negatif dalam Film “The Art Of The Getting By”

Film “The Art Of The Getting By” yang mengisahkan tentang perilaku remaja yang mulai mengenal lawan jenisnya, sedikit banyak menyajikan adegan yang tidak layak untuk ditonton setidaknya dalam lingkup budaya Indonesia yang kental dengan adat istiadat Budaya Timurnya.

Film ini juga menyuguhkan perilaku anak-anak remaja di belahan dunia Barat yang cenderung memiliki kebudayaan bebas, mabuk-mabukan, clubbing, dsb. Sehingga secara tidak langsung memberikan contoh yang kurang baik bagi remaja.

Bagi saya pribadi film ini menyuguhkan alur cerita yang lumayan berat, juga jalan cerita film ini sedikit banyak dapat ditebak, misalnya kesuksesan George mengerjakan tugas akhirya, dan mengenai apa yang ia lukis sesuai petunjuk dari Guru Seni Rupanya.



No comments:

Post a Comment

Jangan lupa tinggalkan komentar. ^_^
Mau copy paste juga boleh, tapi tolong dicantumkan sumbernya yah
Thanks

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Story of Miracle's Friends